Senin, 30 April 2012

Kesabaran Seorang Rasul

Dikisahkan disebuah pasar yang setiap harinya selalu ramai dikunjungi dan dipadati oleh orang-orang yang melakukan aktivitas jual-beli demi kebutuhan hidup sehari-hari. Dimana dalam pasar tersebut nggak akan kita temui yang namanya pedagang mengurangi dan menaiki timbangan serta pedagang yang melakukan aktivitas jual-beli dengan menggunakan system ribawi. Ya hal itu nggak akan kita temui dan kita dapati sedikit pun, karena pada saat itu masyarakatnya sudah hidup dalam satu aturan, satu pemikiran, dan satu perasaan. Yaitu aturan, pemikiran, dan perasaan Islam.
            Disalah satu sudut pasar tersebut, duduklah seorang pengemis Yahudi buta yang sedang menunggu dan menantikan rizki dari belas kasihan orang-orang disekelilingnya. Sambil duduk menunggu kepingan koin emas yang dijatuhkan ketempat yang telah ia sediakan. Ia pun berkata, “Apa semua orang itu bodoh? Mereka mau-maunya mengikuti dan mempercayai ajaran si Muhammad yang tukang sihir dan pendusta yang mengaku-ngaku sebagai nabi itu” nggak lama kemudian datanglah seorang pria menghampiri dan mendekati pengemis tersebut, ia pun menaruh dua keping koin emas pada sejenis mangkuk yang terbuat dari besi. Treeng!
            Pengemis itu langsung mengambilnya, “baru kali ini ada orang yang memberikan ku dua koin emas. Kemarilah sahabatku, duduklah dekat dengan ku!” pria tersebut menuruti perintahnya. Selanjutnya pria itu membuka sesuatu yang ia bawa dan disuapilah makanan tersebut pada pengemis buta dengan cara halus dan perlahan-lahan layaknya seorang Ibu yang memberi makan bayinya sendiri.           

 Sambil menerima makanan yang diberikan oleh pria baik itu, pengemis tersebut lagi-lagi berkata, “sahabatku, kau sudah kenal dengan yang namanya Muhammad? Harus kau tahu ia bukanlah seorang nabi dan rasul! Ia tidak lebih baik dari tukang sihir dan seorang pendusta” pria baik itu hanya diam saja sambil terus menyuapi makanan ke dalam mulut pengemis tersebut.
                Beberapa bulan kemudian, sahabat nabi Abu Bakar as-Siddiq ra datang kepasar mencari pengemis Yahudi buta. Ia pun langsung menemukannya dan segeralah Abu Bakar mendekatinya. “Akhirnya datang juga sahabatku ini, kemana saja kau? Aku sudah lama menunggumu disini. Ayo suapilah makanan yang telah kau bawa itu!” kata pengemis. Abu Bakar pun menurutinya.
                Ketika Abu Bakar sedang menyuapi makanan untuk pengemis tersebut, pengemis itu pun berkata, “katanya pengaruh ajaran si Muhammad sudah semakin luas tersebar dimana-mana dan banyak orang-orang yang mengikuti ajarannya. Apa mereka itu bodoh? Kalau si Muhammad bukanlah seorang nabi, ia hanya tukang sihir dan seorang pendusta!” mendengar pekataan itu, Abu Bakar menjadi geram dan marah. Ia pun menyuapi makanan pada pengemis itu dengan kasar.
                “Kau bukanlah sahabatku yang setiap harinya selalu datang kepada ku dan memberikan ku makanan dengan baik perlahan-lahan, bukan seperti engkau! Siapa kau? Mana sahabat ku itu” Tanya pengemis.
                Abu Bakar menjawabnya, “Aku adalah Abu Bakar Siddiq dan orang yang kau cari itu sudah meninggal beberapa bulan yang lalu.”
                “Apa??? Seharusnya ialah yang harus menjadi nabi dan rasul karena kebaikan dan sikap mulianya kepada ku”
                “Bapak ingin tahu siapakah orang itu?”
Pengemis itu penasaran, “siapakah dia? Siapakah dia?”
                “Dialah Muhammad Sholullahi alaihi wassalam”
Mendengar pernyataan dari Abu Bakar tersebut, pengemis Yahudi buta itu pun menjadi kaget dan menangislah dihadapan Abu Bakar dan akhirnya ia pun masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
                Subhanallah, itulah sikap mulia dan terpuji dari sang sauri teladan hidup kita Nabi Muhammad SAW, beliau masih bisa tetap bersabar ketika orang yang beliau cintai menghinanya secara langsung dihadapannya. Bagaimanakah dengan kita? Bisakah kita mencontoh sikap mulia tersebut. Semoga saja bisa!
Mudah-mudah kisah kecil ini bisa membuat kita sedikit merenung dan kita bisa mengambil pelajaran untuk diri kita agar hidup dan kepribadian kita sedikit demi sedikit dan sehari demi sehari menjadi lebih baik dari sebelumnya. Allahumma aamiin

0 komentar:

Posting Komentar