Melihat fenomena umat Islam
sekarang jika kita saksikan secara langsung maupun tak langsung sudah nampak
kerusakannya. Kerusakan terjadi disegala lini kehidupan. Kita bisa saksikan
bagaimana kasus perkasus terjadi pada kaum Muslimin yang menimpa satu dengan
yang lain. Sebagai contoh kecil betapa banyak para remaja dan anak-anak yang
dalam pergaulannya sehari-hari sudah semakin bebas tidak bisa mengontrol diri, contoh
nyata adalah seks bebas. Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2009 pernah
merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan
Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah
pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 persen responden
telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. (merdeka.com) Sangat
memprihatinkan!
Itu hanya satu kasus kerusakan yang
menimpa umat Islam khususnya remaja Islamnya. Nah, bagaimana dengan kasus yang
lain seperti dalam hal politik, ekonomi, sosial, budaya dan spiritual? Niscaya
jika kita melihatnya akan kita temukan fakta betapa besar kerusakan di aspek-aspek
tersebut. Untuk itu agar kerusakan-kerusakan yang menimpa kaum Muslim tersebut tidak
semakin meningkat dan semakin parah maka harus segera diobati. Apa yang harus
kita obati? Hal apa saja yang harus kita perbaiki? Jawabannya adalah
Kepribadian.
MEMAHAMI KEPRIBADIAN
MANUSIA
Menurut para ahli psikologi
Barat tinggi-rendahnya kepribadian manusia bisa kita lihat dari ke empat aspek
ini yaitu, aspek fisik, aspek non-fisik, aspek genetik, dan aspek eksternal.
Sebagai contoh dari aspek fisik, mereka mengatakan bahwa
baik dan buruknya kepribadian manusia bisa dilihat dari cara ia berjalan, juga
dari bentuk mata dan mukanya, dsb. Misalnya jika ada orang yang berpakaian
rapi, murah senyum, ramah, suka menolong maka pasti ada orang yang menyangka bahwa orang
tersebut memiliki kepribadian baik.
Apakah benar bahwa baik dan buruknya kepribadian manusia itu
bisa dilihat dari aspek-aspek tadi? Maka jawabannya adalah Keliru alias salah. Kenapa?
Karena pada faktanya kepribadian itu bukan dilihat dari bentuk fisik juga bukan
dari asal daerah tempat tinggal tapi dari dua unsur. Yaitu pola pikir (‘Aqliyah) dan pola sikap (Nafsiyyah). Jika seandainya kepribadian
dinilai dari nilai fisik bagaimana kalau ternyata orang yang suka menolong,
murah senyum, dan ramah itu pada faktanya suka berjudi, berzina, dan korupsi.
Masa kita mau mengatakan bahwa orang yang suka berjudi, berzina, dan korupsi
itu adalah orang yang berkepribadian baik? Tentu tidak!
Allah SWT juga pernah menyampaikan kepada kita lewat
kekasinya yang mulia, Rasul Muhammad SAW bahwa yang Allah nilai itu adalah hati
dan amal perbuatan kita.
“Sesungguhnya Allah tidak akan menilai rupamu, tidak akan menilai hartamu. Tapi yang Allah nilai adalah hati dan amal perbuatanmu.” HR. Muslim
“Sesungguhnya Allah tidak akan menilai rupamu, tidak akan menilai hartamu. Tapi yang Allah nilai adalah hati dan amal perbuatanmu.” HR. Muslim
Maka dari itu, sebenarnya yang membentuk kepribadian bukan
dari nilai fisik maupun nilai non-fisik seperti pendapat para psikolog barat. Tapi
dari kedua unsur yang tadi sudah dikatakan yakni Pola Pikir dan Pola Sikap. Kepribadian
sebenarnya adalah perwujudan dari ‘aqliyah
(Pola pikir), dan nafsiyyah (Pola
sikap), yang terpancar dari akidah atau ideologi terntentu.
Apa yang dimaksud dengan Pola Pikir dan Pola Sikap? Pola pikir
adalah cara kita untuk memutuskan hukum tentang segala sesuatu berdasarkan
kaidah yang kita Imani atau pecayai. Misalkan contoh sederhananya adalah kita
berencana pergi bersama istri dan anak ke Jakarta untuk menghadiri undangan,
ketika itu terjadi kendala. Kendalanya adalah bagaimana cara kita ke Jakarta
dan kesananya itu menggunakan jenis kendaraan apa? Istri menjawab menggunakan
Bus sementara anak mengusulkan menggunakan kereta api. Kenapa antara si anak
dan Ibunya itu berbeda pendapat? Karena si anak dan Ibunya itu menerima
informasi yang berbeda yang membuat keduannya yakin terhadap informasi itu.
Sementara Pola Sikap adalah cara yang digunakan untuk
memenuhi tuntutan naluri dan kebutuhan jasmani; yakni upaya memenuhi tuntutan
tersebut berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakininya.
Sebagai contoh bahwa manusia itu mempunyai naluri menambah
keturunan (Gharizah Nau’) atau dalam
kata lain naluri mencintai. Nah ketika mencintai kepada lawan jenis itu caranya
seperti apa? Ada yang dengan pacaran ada juga yang dengan menikah, itu tergantung
daripada pilihan sendiri yang ia yakini, jika ia meyakini bahwa pacaran itu baik maka
melaksanakan pacaran dan jika meyakini bahwa menikah itu baik maka ia menikah. Pilihan
ia tegantung pada ideologi atau kepercayaan yang ia Imani.
PENTINGNYA MEMILIKI
KEPRIBADIAN ISLAMIYYAH
Untuk itu
maka jika kita ingin merubah kondisi umat Islam yang sedang terpuruk ini maka
salah satunya adalah dengan cara membentuk kepribadian Islam yang tangguh, yang
kuat akidahnya dan mulia sikapnya. Bagaimana cara membentuk kepribadian Islam?
Di awal sudah dijelaskan bahwa faktor yang membentuk
kepribadian manusia itu adalah Pola Pikir dan Pola Sikap. Maka jika ingin
membentuk kepribadian yang Islami harus dirubah dulu pola pikir dan pola sikap
yang tadinya tidak Islami menjadi Islami. Yakni harus mempunyai ‘Aqliyah Islamiyah dan Nafsiyyah Islamiyah.
Menjadikan ‘Aqliyah
islamiyyah itu dengan cara menggunakan asas akidah Islam sebagai patokan
ketika memutuskan hukum terhadap perkara yang dihadapi. Contohnya, ketika
seseorang membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari maka ia akan giat
bekerja untuk mendapatkan uang yang halal dan menabungnnya untuk kebutuhan yang
akan datang, tapi jika ia tidak menjadikan Akidah Islam sebagai patokan untuk
mencari uang maka bisa jadi untuk mendapatkannya ia mencuri uang orang lain.
Sementara yang dimaksud dengan Nafsiyyah Islamiyah adalah menjadikan seluruh kecenderungan
bertumpu pada asas Islam, yaitu menjadikan Islam sebagai satu-satunya tolak ukur
umum terhadap seluruh pemenuhan kebutuhan jasmani maupun naluri. Contohnya ada
seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta pada seorang wanita dan ia berniat
untuk menikahinya maka yang ia lakukan adalah berkenalan dan datang melamar
kepada walinya. Sementara jika orang tidak memiliki Nafsiyyah Islamiyah maka yang ia lakukan adalah meminta wanita itu
untuk menjadi pacarnya.
Insya Allah, jika umat Islam ingin belajar dan memahami
tentang kepribadian manusia dan berubah menjadi pribadi-pribadi Islam yang
tangguh maka keterpurukan yang terjadi saat ini bisa sedikit diatasi. Karena sesungguhnya
yang menjadi akar penyebab mundur dan terpuruknya umat Islam adalah disebabkan
diterapkannya sistem kufur yang menyalahi aturan Allah SWT sehingga dari sana
timbulah mala-petaka menimpa umat Islam. Dan untuk merubahnya dibutuhkan orang yang memiliki kepribadian Islam yang baik. Wallahu ‘alam
0 komentar:
Posting Komentar